Definisi Merugikan Perekonomian Negara Karena Korupsi Menurut Hukum di Indonesia

    Definisi Merugikan Perekonomian Negara Karena Korupsi Menurut Hukum di Indonesia
    Foto by CNBC Indonesia

    SURABAYA - Korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia, tidak hanya menimbulkan bentuk kerugian materiil negara, namun juga menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat yang secara tidak langsung dapat menjadi korban. 

    Pada tahun 2020, Transparency International merilis Corruption Perception Index (CPI) yang mana Indonesia menempati peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai, dengan CPI 37/10. Indeks ini telah mengalami penurunan sebanyak 3 poin dari skor tahun sebelumnya yaitu 40/100, yang merupakan skor tertinggi sejak Indonesia telah dinilai pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa situasi penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia masih perlu banyak perbaikan.

    Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kasus korupsi besar yang banyak merugikan keuangan negara, salah satu diantaranya adalah kasus Jiwasraya. Pada kasus Jiwasraya, negara dirugikan hingga 16, 8 triliun rupiah. Atas besarnya kerugian keuangan negara yang ditimbulkan, menurut BPK kasus Jiwasraya dapat berpotensi merugikan perekonomian negara. 

    Makna perekonomian negara sendiri terdapat dalam Penjelasan Umum UU Tipikor, yaitu Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa makna perekonomian negara masih terlalu luas, sulit diterapkan, dan kabur.

    Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memperjelas makna dari frasa “merugikan perekonomian negara” dalam UU Tipikor dan memberikan parameter atau tolok ukur yang jelas untuk menentukan kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan dengan adanya tindak pidana korupsi. 

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif normatif yaitu metode yang menitikberatkan pada permasalahan hukum yang dianalisa secara deskriptif menggunakan peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan konsep hukum yang relevan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model untuk penelitian selanjutnya atau sebagai acuan bagi hakim dalam menafsirkan aspek perekonomian negara berdasarkan UU Tipikor.

    Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa putusan-putusan mulai tingkat pertama hingga kasasi yang diperoleh dari Direktori Putusan MA tidak terdapat adanya pertimbangan yang jelas mengenai pengertian dari kerugian perekonomian negara. Karena sifat kasuistisnya, beberapa putusan memberikan pertimbangan terkait dengan arti kerugian perekonomian negara, namun sulit untuk digunakan sebagai referensi untuk kasus yang berbeda. 

    Makna perekonomian negara sebenarnya telah didefinisikan dalam Penjelasan Umum UU Tipikor, namun maknanya masih terlalu luas, sulit diterapkan, dan kabur. Oleh karena itu, diperlukan sebuah parameter untuk menentukan adanya kerugian perekonomian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. Parameter tersebut akan berfokus pada “kepentingan ekonomi” yang terancam ketika korupsi terjadi. Kriteria dalam parameter tersebut dapat berupa hal-hal yang berkaitan dengan moneter, produksi nasional, finansial (perbankan, pasar modal, investasi dan penanaman modal asing), serta program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, atau lembaga ekonomi rakyat. 

    Kemudian, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU XIV/2016 dan Perma No.1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, frasa “merugikan perekonomian negara” harus dipandang sebagai faktor pemberat pidana yang tidak selalu harus ada. Sehingga, unsur merugikan perekonomian negara baru dapat dibuktikan setelah unsur “kerugian keuangan negara” telah dibuktikan. 

    Oleh sebab itu, maka tidak boleh terdapat kerugian perekonomian negara tanpa adanya kerugian keuangan negara. Penelitian ini juga mengusulkan agar Mahkamah Agung Republik Indonesia mengubah Perma No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor dengan mencantumkan kriteria “kepentingan ekonomi” bagi hakim untuk digunakan dalam menilai unsur kerugian perekonomian negara.

    SURABAYA, 26 Juni 2023

    Penulis: Taufik Rachman, Nur Basuki Minarno, Sapta Aprilianto, Hanif Muzaki

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Baru Genap 16 Tahun, Kisah Nana Lolos SNBT...

    Artikel Berikutnya

    Tiga Bank Mitra Serahkan Bantuan Hewan Qurban...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Perhutani Probolinggo Ikut Berpartisipasi dalam Acara Underwater Clean Up di Pantai Tampora Situbondo
    Perhutani Probolinggo Gelar Tasyakuran Atas Capaian Target Getah Pinus di Sukapura
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Perhutani Probolinggo Lakukan Sosialisasi Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Jalan Angkutan Hasil Produksi Tambang Pasir Secara Legal

    Ikuti Kami